Saham : Pahami Istilah Auto Rejection Dalam Pasar Bursa
May 12, 2021 by Alfin
Bursa saham memang asik untuk dicermati, hal ini karena salah satu indikator pencapain perusahaan di kenal publik yaitu saat perusahaan tersebut berhasil IPO. Dengan IPO berarti secara tidak langsung perusahaan tersebut telah menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Governance).
Dalam pasar bursa ada beberapa istilah yang perlu dipahami, istilah ini terkait dengan prosentase kenaikan harga lembar saham di bandingkan hari pada pasar bursa sebelumnya, kedua istilah ini adalah ARA dan ARB
Auto rejection adalah penolakan otomatis oleh sistem perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) terhadap permintaan beli atau penawaran jual saham (trading saham) yang melampaui batas penurunan atau kenaikan harga sesuai ketetapan BEI.
Hal ini pernah terjadi pada bulan Maret2020 lalu, ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun hingga 18,46% selama 3 bulan dari posisi 2 Januari 2020. BEI langsung melakukan perubahan auto rejection demi mencegah penurunan lebih banyak.
Memangnya, kapan perubahan auto rejection perlu untuk dilakukan? Apakah ada kebijakan tertentu terkait batas-batas kenaikan dan penurunan saham? Anda dapat mengetahuinya secara lebih dalam melalui ulasan berikut ini.
Auto Rejection Atas
Dalam satu hari perdagangan saham, nilai investasi saham dapat bergerak naik, turun, atau bahkan tidak sama sekali. Nah, kenaikan dan penurunan dalam satu hari perdagangan saham tersebut memiliki batas. Batas kenaikan saham disebut juga dengan Auto Rejection Atas (ARA) yang dinyatakan dalam persentase. Berikut ketentuannya:
Harga Acuan | Auto Rejection Atas |
Rp50 s/d Rp200 | >35% |
>Rp200 s/d Rp5.000 | >25% |
>Rp5.000 | >20% |
Umumnya, saham yang dapat naik hingga mencapai batas ARA adalah saham yang baru pertama kali diperdagangkan di BEI. Hal ini wajar terjadi, karena saham yang baru saja initial public offering (IPO) memang cenderung akan naik berkali-kali lipat pada hari pertama perdagangan. Selain itu, saham yang terkena sentimen tertentu juga bisa menyentuh ARA, contohnya adanya akuisisi atau merger perusahaan.

Auto Rejection Bawah
Sementara itu, batas penurunan harga saham disebut dengan Auto Rejection Bawah (ARB). Jadi, bisa dikatakan bahwa ARB merupakan kebalikan dari ARA, tetapi keduanya sama-sama dinyatakan dengan persentase. Ketentuannya dapat Anda lihat di bawah ini:
Harga Acuan | Auto Rejection Bawah |
Rp50 s/d Rp200 | < -7% |
>Rp200 s/d Rp5.000 | < -7% |
>Rp5.000 | < -7% |
Persentase tersebut telah mengalami perubahan. Sebelumnya, ARB yang ditentukan BEI adalah simetris dengan ARA, sebesar -20% sampai dengan -35%. Namun, pandemi corona memicu terjadinya koreksi pasar saham besar-besaran hingga BEI menurunkan persentase ARB hingga -10%. Bahkan, ternyata nilai tersebut belum cukup, sehingga BEI kembali menurunkan batas ARB menjadi -7%.
Baca juga artikel berikut ini :
- Investasi : tips membeli tanah kavling
- Apa saja jenis investasi pada aset keuangan ?
- Keuntungan investasi waran dan resikonya
- 6 mata uang pilihan untuk investasi valas
Konsekuensi saham yang terkena auto rejection
Lalu, bagaimana nasib trading saham yang terkena auto rejection? Apakah ada konsekuensi tertentu yang harus ditanggung?
Bagi saham yang naik melampaui batas atas atau mengalami ARA, maka BEI akan menghentikan penawaran jual (offer) atas saham tersebut. Artinya, penjualan pada investasi saham akan dibatasi dengan harga tinggi tertentu. Hal serupa juga berlaku pada saham yang penurunannya melampaui batas bawah atau mengalami ARB. BEI akan menghentikan aktivitas penawaran beli (bid) atas saham tersebut.
Regulasi auto rejection
Seluruh kebijakan terkait ARA, ARB, dan auto rejection secara keseluruhan pada investasi saham telah tercantum dalam Jakarta Automated Trading System (JATS) NEXT-G. Penetapan skema tersebut pertama kali dilakukan pada Januari 2016 berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor 00113/BEI/12-2016.
Namun, sehubungan dengan penyesuaian persentase batasan auto rejection, maka surat keputusan terbaru pun dikeluarkan, yaitu Surat Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00023/BEI/03-2020. Adanya perubahan kebijakan tersebut juga mengubah auto rejection dari yang semula bersifat simetris menjadi asimetris. Selama ini, kebijakan auto rejection yang berlaku pada saham selama ini memang bersifat simetris.
Maksudnya, baik batas kenaikan (ARA) dan batas penurunan (ARB) memiliki nilai yang sama, yaitu 20% untuk saham seharga >Rp5.000,00, 25% untuk saham dalam kisaran harga >Rp200,00-Rp5.000,00, dan 35% untuk saham dengan rentang harga Rp50,00-Rp200,00. Namun, dengan adanya perubahan kebijakan yang membuat batas ARA dan ARB berbeda, maka sifat kebijakan tersebut pun berubah menjadi asimetris.
Sahabat property145 tetap bijak ya dalam berinvestasi dipasar bursa, pastikan uang yang kamu investasikan adalah uang yang tak terpakai. Pasar bursa adalah pasar dengan tingkat resiko investasi tinggi jadi kamu harus tetap punya uang darurat yang bisa sewaktu-waktu kamu gunakan.
Baca artikel lainya :
- 4 Tips Investasi Reksadana Untuk Pemula
- Berencana beli rumah yuks cari tau tentang PPN
- Cari rumah harga istimewa permata mutiara maja aja
- Bata hebel manfaat dan kelebihanya
- Panen cuan dari budidaya sirsak madu
- 4 jenis kacang panjang sering banget kamu lihat
**artikel ini dirangkum dari berbagai sumber (most, idx)
Anda Juga Mungkin Menyukai Beberapa Artikel Ini
Kenali Perbedaan Balcklist Nasional dan Slik
Yuks Kenali Perbedaan PPJB Dan AJB
Tips Pakai Paylater Agar Terhindar Dari Gagal KPR
Pasca Data Inflasi AS, Pasar Kripto Terlihat Naik Turun
Jelang Data Inflasi AS Pasar Kripto Masih Terpantau Stagnan
Makin Menarik MPX Logistics (MPXL) Menuju IPO
5 Perumahan Town House Di Kota Jakarta